Jumat, 11 Januari 2013

PURA MANDARA GIRI SEMERU AGUNG bag. I

Jalan-jalan napak tilas Komunitas Kucing Hitam di daerah Semeru Jawa Timur.


Kali ini kita akan berkunjung di Pura Mandara Giri Semeru  yang merupakan salah satu pura tertua di Nusantara. Pura ini terletak di Desa Senduro,  Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Letak topografinya di kaki gunung Semeru yang berhawa sejuk dan diyakini dekat dengan nilai spiritual umat Hindu berkaitan dengan sejarah gunung Semeru. Pura yang biasanya dijuluki Pura Kahyangan Jagat (tempat memuja Hyang Widhi Wasa) pada hari-hari tertentu ramai dikunjungi umat Hindu, terutama dari Bali. Maka jangan heran kalau melihat atribut khas Bali yang terdapat di sepanjang jalan menuju ke pura ini. Seperti untaian janur, sesajen, patung bersarung dan taburan bunga-bunga.
Pura yang diresmikan oleh Gubernur Bali, Ida Bagus Oka pada tahun 1991, menyimpan kisah yang cukup menarik dibalik lokasi berdirinya pura tersebut, yaitu di lambung Gunung Sumeru. Dilatari oleh konsep kepercayaan yang sangat kuat dan saling terkait dengan sumber-sumber susastra-agama yang ada. Yaitu diceritakan, ketika tanah Jawa masih gonjang-ganjing (ketidak setabilan), Batara Guru memerintahkan para Dewa memenggal puncak Gunung Mahameru dari tanah Bharatawarsa (India) untuk di bawa ke Tanah Jawa. Dan perintah itu dilaksanakan oleh para Dewa, kemudian Puncak Gunung Mahameru pun dipenggal, diterbangkan ke tanah Jawa. Ketika puncak Mahameru tersebut diletakkan di tanah jawa bagian barat, bagian timur tanah jawa berjungkat, sedangkan bagian barat justru tenggelam. 

Akhirnya potongan puncak Gunung Mahameru itu oleh para dewa digotong lagi ke rah timur. Disepanjang perjalanan dari barat ke bagian timur tanah Jawa, bagian-bagian puncak Gunung Mahameru itu ada yang patah dan tercecer disepanjang perjalanan. Bagian-bagian yang patah  itu kelak tumbuh menjadi enam gunung kecil masing-masing Gunung Katong (Gunung Lawu, 3.265 m di atas permukaan laut), Gunung Wilis (2.169 m), Gunung Kampud (Gunung Kelud, 1.713 m), Gunung Kawi (2.631 m), Gunung Arjuna (3.339 m), Gunung Kemukus (3.156 m).
Dan puncak Mahameru yang berhasil ditempatkan dibagian timur oleh para dewa tersebut kemudian dikenal dengan sebutan Gunung Sumeru (3.876 m). 

Inilah puncak tertinggi Pegunungan Tengger sekarang, bahkan menjadi gunung tertinggi seantero Indonesia, yang membentuk poros dengan Gunung Bromo atau Gunung Brahma. Sejak peristiwa itu tanah Jawa menjadi stabil, tidak terjadi lagi gonjang-ganjing. Di lambung Gunung Semeru itulah sejak tahun 1991 resmi berdiri megah Pura Mandara Giri Semeru Agung, sebagai puncak perjalanan spiritual masyarakat hindu Bali di Indonesia.

Tentu saja panteon pemindahan Gunung Mahameru di tanah Hindu menjadi Gunung Semeru. Begitu nama otentik yang tersuratkan, namun orang-orang kini terbiasa menyebut Semeru. Di tanah Jawa (Nusantara) itu disuratkan jauh sebelum Pura Mandara Giri Semeru Agung dibangun. Kisah tua itu diceritakan dengan jelas dalam kitab Tantupanggelaran berbahasa Jawa Tengahan, digubah dalam bentuk prosa. Apa yang menarik dari kisah pemindahan gunung itu?

Panteon itu jelas menunjukkan persebaran Hindu paham Siwaistis dari tanah India ke negeri Nusantara yang berpusat di tanah Jawa. Dalam pandangan Hindu Siwaistis yang berpengaruh besar di Nusantara, termasuk Bali hingga kini, Dewa tertinggi adalah Siwa. Dewa Siwa bersemayam di gunung tertinggi. Itu berarti di puncak Gunung Mahameru (Himalaya) dalam alam India, atau puncak Gunung Sumeru dalam alam Nusantara. Teks-teks Purana India yang tergolong kitab Upaweda (penjelasan lebih lanjut atas Weda) memang menyuratkan Tuhan Yang Mahatunggal bersemayam di puncak Mahameru, dikenal pula dengan nama Gunung Kailasa atau Gunung Himawan, yang bersalju abadi.  


Bersambung...